24 September 2013

Ketika Kau Lupa

Kau akrab dengan lupa, entah sejak kapan. Kalian berteman baik, sama halnya ketika kita memutuskan untuk berbagi obrolan yang panjang. Berisik. Berbagai tajuk sering kita hadirkan, dari yang sangat sederhana hingga yang paling ruwet; mengenai masa depan, misalnya. Ah, itu kesukaanku. 

Ada yang bilang, teman baik tak banyak tanya. Namun, percakapan yang menggantungkan banyak tanda tanya selama ini akhirnya membantah pendapat tersebut. Aku gemar bertanya, dan kau tak bosan-bosannya menjawab. Karena teman baik akan selalu mengingatkan sekaligus mudah merasa bosan, maka jangan segan untuk mengingatkan jika kau bosan.

Kukira percakapan kita selama ini seharusnya lebih berat dibandingkan dengan ringannya kesalahpahaman. Tapi apa boleh buat, ini bukan pertama kalinya kau memaklumkan tingkah kekanak-kanakan seseorang yang selama ini menganggapmu lebih dari saudara. Anggap saja ini adalah proses baginya untuk terus berintrospeksi demi menyeimbangkan logika dan perasaannya.

Konon katanya, manusia ditakdirkan terjebak dalam dunia. Termasuk dengan ketidak berdayaannya ketika ditumpahkan berbagai prasangka. Tertipu oleh rutinitas, menjumpai kesibukan baru, dan cenderung memutuskan ikatan.

Kau akrab dengan lupa, entah sejak kapan. Tatkala kekecewaan menghampiri dan kau memilih untuk lupa, tenang saja. Akan ada kenangan yang mengingatkanmu bahwa sebelum lupa, kau berteman baik dengannya.

Makassar, 2013
yang tak henti-hentinya diliputi rasa sesal

Tahun Ketiga

Tahun ini adalah tahun ketiga di mana saya masih berstatus sebagai mahasiswa. Tak ada perubahan yang mencolok, cukup adik-adik tingkat yang semakin bertambah serta minimnya waktu meski itu hanya untuk berleyeh-leyeh di kelas. Pada pekan pertama dan kedua saya memulai rutinitas di kampus, saya sampai terkejut ketika menghadapi jadwal kuliah dan agenda rapat di berbagai tempat berbenturan. Tidak hanya itu, tugas berseliweran berbanding lurus dengan isi kepala yang juga awut-awutan.

Nah, di semester ini saya mengambil sebuah mata kuliah wajib yang bernama Pengantar Analisis Real. Dengar-dengar dari beberapa senior, mata kuliah tersebut merupakan mata kuliah yang paling sulit dimengerti oleh mahasiswa jurusan Matematika. Salah seorang senior yang lumayan pandai saja sampai berujar, "Mengapa kita harus belajar analisis real?". Entahlah, kak.

Untuk mata kuliah yang satu ini, saya sampai berunding bersama teman terdekat untuk menentukan kelas terbaik sekaligus mengompakkan teman-teman lainnya yang juga menjadi penghuni kelas kami. Pertemuan pertama berjalan dengan rumit namun tetap lancar. Di pertemuan selanjutnya, ketika sang ketua kelas memberikan absen, nama saya menghilang dan secara sepihak dipindahkan ke kelas lain. Dengan alasan agar setiap kelas berimbang jumlahnya, keluhan saya pada staf tata usaha tak dihiraukan. Saya tidak tahu apakah ini merupakan pengaplikasian dari materi permutasi apa tidak. Jika ya, oh malangnya diri ini.

Sebagai contohnya, soal Analisis Real yang biasa kami singkat dengan sebutan Aril, seperti berikut: Mengapa 1+1=2 merupakan sebuah pernyataan yang benar? Dan, soal tersebut harus dijawab dengan pembuktian, teorema, penyangkal, dan semacamnya. Bukan main. Kini saya tahu, mengapa Aril yang selalu diperbincangkan, mengapa Aril yang selalu dipermasalahkan, mengapa Aril...

Saya pernah membaca beberapa kutipan, dan favorit saya adalah kutipan dari M. Anis Matta,

Jika cinta adalah matematika
maka yang mencintai kita akan
mengalikan kebahagiaan sampai tak hingga
membagi kesedihan hingga tak berarti
menambah keyakinan hingga utuh
mengurang keraguan hingga habis...

Jika cinta adalah matematika, maka satu ditambah satu tidak hanya menghasilkan dua, melainkan tiga, empat, dan seterusnya.. heheu ~ Nunuu, anti Analisis Real


mahasiswa tahun ketiga.
Riza - Nunuu - Ainun - Nita

22 September 2013

Jarang Menulis

Hampir tiga pekan saya tidak mengunjungi blog ini. Berbagai kesibukan di kampus menjadi kendalanya. Perkuliahan, kepanitiaan, kepengurusan di beberapa organisasi, oh... sungguh tega merenggut waktu luang saya. Setiap hari saya selalu dihantui rasa bersalah karena seringkali mengabaikan kesempatan untuk menulis, apapun itu. Padahal, inspirasi datang dan pergi hanya dalam hitungan detik.

Ah ya, sebenarnya faktor lain mengapa saya jarang menyambangi blog ini dikarenakan notebook yang telah mendampingi saya selama empat tahun terakhir ini telah uzur dan tidak dapat digunakan lagi. Untung saja, beberapa data penting dan drama korea berhasil diselamatkan. 

terima kasih karena kau setia kudekap
tatkala sunyi mencercap
terima kasih karena kau membuatku mengungkap
segala hal yang tercekat

terima kasih
terima kasih


Sebab perpisahan adalah kepastian, dan kesibukan bukan sebuah alasan #nahloh

Makassar, 22 September 2013

5 September 2013

Selamat Berjuang, Amsky.

Namanya Rahmawati Nasir. Dia merupakan murid pindahan di kelas saya saat saya menginjak kelas 3 SD. Karena sebagian besar guru di sekolah memanggil saya Rahmah, maka sejak kedatangan Rahma, mereka agak kesusahan untuk membedakan nama saya dengan namanya. Saya masih ingat jelas ketika salah seorang guru harus memanggil saya Rahma 1 dan Rahma 2 untuk Rahma sendiri. Oh, betapa membingungkannya kami ini.

Beberapa bulan kemudian, secara kebetulan saya dan Rahma menempati tempat kursus yang sama. Tempat kursus tersebut menyediakan kursus sempoa dan Bahasa Inggris untuk anak seusia kami. Saya memilih untuk belajar sempoa sedangkan Rahma, entah dia mengambil keduanya atau hanya kursus Bahasa Inggris. Yang pasti, dia pernah menjadi perantara antara saya dengan teman kursus Bahasa Inggrisnya untuk saling berbalas surat cin*a #doh. 

saya dan Rahma saat perkemahan Sekolah Dasar

Bisa dikatakan saya dan Rahma tidak begitu dekat sejak awal kami bertemu. Bahkan itu berlanjut saat kami kembali dipertemukan di SMP yang sama. Kelas yang berbeda, organisasi yang berbeda, serta kesibukan yang berbeda membuat saya dan Rahma tidak banyak berinteraksi ketika berpapasan di sekolah. Setelah lulus SMP, Rahma melanjutkan pendidikan di salah satu Sekolah Kejuruan di Makassar. Setelah beberapa tahun tak mendengar kabarnya, akhirnya kami bersua di salah satu tempat bimbingan belajar. Dan oh, kami sekelas lagi. 

Hampir setahun saya dan Rahma berada di kelas yang sama dalam rangka mempersiapkan diri menghadapi Ujian Nasional dan SNMPTN. Lambat laun, kami semakin akrab dan saling mengenal satu sama lain. Ketika kegiatan midnight tiba, layaknya simbiosis mutualisme yang menguntungkan dua jenis makhluk hidup, saya akan mengerjakan soal-soal Matematika dan Rahma mengambil bagian untuk soal-soal Bahasa Inggris. Setelah itu, kami akan bertukar jawaban masing-masing karena saya lemah di pelajaran Bahasa Inggris, begitu juga Rahma sebaliknya. 

kelas XII SMA. memakai baju persatuan dari tempat bimbel

Dari mulai membeli pin SNMPTN, mendaftar di beberapa kampus cadangan, bahkan gagal di tahapan test Sekolah Kedinasan, saya dan Rahma selalu barengan. Dan alangkah bahagianya kami ketika akhirnya kami lulus di jalur penerimaan yang sama, bahkan di kampus yang sama. Tidak hanya itu, kami berdua lulus di jurusan yang kami inginkan sejak sebelumnya kami memikirkan beberapa jurusan yang cocok saat di tempat bimbingan. Rahma di jurusan Ilmu Komunikasi, sedangkan saya jurusan Matematika. 

Karena jarak antara rumah saya dan rumah Rahma lumayan dekat, maka seringkali kami melakukan lari pagi sembari berbincang tentang apa saja. Ah ya, kami mempunyai nama panggilan khusus masing-masing. Saya memanggilnya Amsky, dan dia memanggil saya Cumsky :3 Jadi, saya melihat banyak perubahan pada diri Amsky sejak ia bergelut di jurusan Komunikasi. Dia tidak canggung lagi saat berada di keramaian, semakin supel, dan tentunya semakin update mengenai perkembangan informasi. Sejak dulu, Amsky selalu bercita-cita ingin studi ke luar negeri. Tak jarang dia mengungkapkan hal tersebut di sela-sela kami berbincang. Karena Amsky, saya akhirnya banyak tahu mengenai penulis-penulis luar. Mulai dari Mitch Albom, Chitra Banerjee Divakaruni, dan masih banyak lagi. Saya paling senang jika berkunjung ke toko buku bersama Amsky. Pendapatnya mengenai banyak buku selalu menambah wawasan saya sedikit demi sedikit. 

Amsky merupakan salah satu motivasi saya untuk terus membaca. Dia mengajarkan saya banyak hal mengenai buku. Dari memilah plastik pembungkus buku yang baik, cara membungkus buku yang rapi, hingga bagaimana ia menghemat agar dapat memperbanyak koleksi-koleksi bukunya. Dikarenakan sejak akhir semester kemarin Amsky sangat disibukkan dengan magang di salah satu kantor redaksi televisi lokal Makassar, kami pun jarang bertemu. Sampai akhirnya ia mengabari saya beberapa hari yang lalu bahwa ia lulus seleksi Student Exchange ke Australia dan berangkat tanggal 15 mendatang. Wooooooow, Amskyyyy :O

"Dulu kami tidak takut bermimpi, walau sejujurnya juga tidak tahu bagaimana merealisasikannya. Tapi lihatlah hari ini. Setelah kami mengerahkan segala ikhtiar dan menggenapkan dengan doa, Tuhan mengirim benua impian ke pelukan masing-masing. Kun fayakun, maka semula awan impian, kini hidup yang nyata. ... . Jangan pernah remehkan impian, walau setinggi apapun. Tuhan sungguh Maha Mendengar" - Ahmad Fuadi, Negeri 5 Menara

Selamat berjuang, Amsky. Impian lambat laun akan menjadi nyata, pada waktu yang tidak pernah kita sangka-sangka. :')